Senin, 05 Januari 2015

Kekuatan Visi

Karena zaman adalah sebuah konteks raksasa yang membingkai jalan para peserta kehidupan. Dan karena keagungan-Nya, maka di jalan para pejuang, kita tak boleh hanya singgah. Kita harus melangkah jauh dan menaklukannya dengan ikhtiar sekokoh karang terselimuti beningnya niat dan doa yang senantiasa menghubungkan kita dengan-Nya.
Maka ukirkan visimu dalam bingkai kehidupan yang terajut bersama mimpimu. Menjulang tinggi, bersinar bersama  bulan dan bintang yang memberikan cahaya terangnya pada bumi ini. Ataupun seperti hangatnya cahaya mentari yang menyinari bumi memberi manfaat tanpa henti, tanpa pernah meminta balas budi.
Karena visi salah satu bagian besar dari ikhtiar kita mengukir sejarah, lebih besar dari beban kita, lebih besar dari luka nestapa emosi kita di masa lampau. Dengan visi, kita membangun gambaran ideal dalam perspektif jangka panjang. Ada satu lukisan bening yang kita coret-coretkan di sana tentang mimpi, harapan, dan cita-cita. Akal kita dipenuhi pertimbangan, lalu melompat, berpikir diluar kotak secara strategis untuk mengantisipasi masa depan.
Meski seputaran kita gelap pekat, visi yang bersinar terang di kejauhan akan memberi kita arah. Ia ada disana, bercahaya. Dan kita akan tetap menujunya meski harus merangkak, terkantuk, terjerembab, dan kadang terperosok. Tapi pasti, diantara berbagai kejatuhan itu akan ada saat di mana kita bis berlari, meloncat, bahkan melayang dan terbang. Sementara mereka yang tanpa visi akan  berdiri, berjongkok, berputar-putar, menggeloso dan menggigit jari.
Ia punya keyakinan kuat pada visinya akan tertuntun dan kesulitan-kesulitan pun melandai memberi jalan padanya. Ia yang tak yakin pada visinya akan sangat mudah menemukan alasan untuk berhenti. Perjalanan yang sulit. Bekal yang sedikit. Jarak yang selangit. Bagi mereka, alasan-alasan ini akan datang sendiri tanpa dicari. Karena selalu ada bagian jalan yang mendaki dan terjal. Selalu ada bagian laut yang berbadai, yang semua itu membuat diri  terkadang tertantang untuk menghadapinya atau membuat diri kita ciut.
Kadang kekuatan visi tergambar dalam kata-kata sederhana yang menggerakan tindakan. Mereka yang mengatakan,”Sulit, tetapi bisa” akan bergerak untuk mengenali kebiasan-kebiasan yang dipunyainya hingga bisa mengatasi yang sulit. “Sulit, tetapi bisa” menggambarkan sebuah tekad untuk mengerahkan semua potensi demi mengatasi tantangan, kesulitan, dan penghalang. Ia percaya bahwa beserta kesulitan selalu ada kemudahan yang selalu membersamainya. Maka ia terus berupaya, menyelesaikan satu kerja lalu beralih pada kewajiban lainnya. Dan ia selalu memiliki harapan pada Sang Pemilik Kekuatan.
Sebaliknya, orang yang mengatakan “Bisa. Tetapi sulit” cenderung membesar-besarkan penghalang dan aral, sehingga ia enggan bahkan tak jadi bertindak. Kebiasaannya dengan cepat terhijab oleh ketakutan-ketakutannya akan kesulitan. Kemampuannya menjauh tertiup angin kekhawatiran. Dan kalaupun ia bertindak, maka ia akan terfokus pada kesulitan-kesulitan itu hingga merasa rumit dan pusing sebelum bertanding. Bagi mereka yang terbiasa tinggal dalam kegelapan, bahkan cahaya pun terasa menyakitkan.
Lalu, alangkah sedihnya jika kita tak punya visi. Padahal sebuah visi dapat menjadi pemantik kita untuk merajut mimpi menjadi nyata. Mimpi adalah bagian terindah dan terrendah dari visi. Bagaimana caranya? Sematkan saja sebuah tanggal padanya. Sempurnakan dengan ikhtiar dan genapkan dengan doa, serta berserah diri pada Allah Ta'ala dalam tawakkal yang terindah terbaik. Karena cita-cita adalah mimpi yang bertanggal. Cita-cita adalah mimpi yang kita tentukan waktu mewujudkannya. Mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok. Mari berikhtiar sekuat jiwa dan raga, kita tunaikan kewajiban-kewajiban untuk menghubungkan diri dengan-Nya. Kita genapkan sunnah-sunnah untuk mengambil cinta-Nya. Lalu kita sedekahkan hati yang telah terisi cinta Ilahi kepada segenap penduduk bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar