Karena zaman adalah sebuah konteks raksasa yang membingkai jalan para
peserta kehidupan. Dan karena keagungan-Nya, maka di jalan para
pejuang, kita tak boleh hanya singgah. Kita harus melangkah jauh dan
menaklukannya dengan ikhtiar sekokoh karang terselimuti beningnya niat
dan doa yang senantiasa menghubungkan kita dengan-Nya.
Maka ukirkan visimu dalam
bingkai kehidupan yang terajut bersama mimpimu. Menjulang tinggi,
bersinar bersama bulan dan bintang yang memberikan cahaya terangnya
pada bumi ini. Ataupun seperti hangatnya cahaya mentari yang menyinari
bumi memberi manfaat tanpa henti, tanpa pernah meminta balas budi.
Karena visi salah satu bagian besar dari ikhtiar kita mengukir sejarah, lebih besar dari beban kita,
lebih besar dari luka nestapa emosi kita di masa lampau. Dengan visi,
kita membangun gambaran ideal dalam perspektif jangka panjang. Ada satu
lukisan bening yang kita coret-coretkan di sana tentang mimpi, harapan,
dan cita-cita. Akal kita dipenuhi pertimbangan, lalu melompat, berpikir
diluar kotak secara strategis untuk mengantisipasi masa depan.
Meski
seputaran kita gelap pekat, visi yang bersinar terang di kejauhan akan
memberi kita arah. Ia ada disana, bercahaya. Dan kita akan tetap
menujunya meski harus merangkak, terkantuk, terjerembab, dan kadang
terperosok. Tapi pasti, diantara berbagai kejatuhan itu akan ada saat di
mana kita bis berlari, meloncat, bahkan melayang dan terbang. Sementara
mereka yang tanpa visi akan berdiri, berjongkok, berputar-putar,
menggeloso dan menggigit jari.
Ia punya keyakinan kuat pada
visinya akan tertuntun dan kesulitan-kesulitan pun melandai memberi
jalan padanya. Ia yang tak yakin pada visinya akan sangat mudah
menemukan alasan untuk berhenti. Perjalanan yang sulit. Bekal yang
sedikit. Jarak yang selangit. Bagi mereka, alasan-alasan ini akan datang
sendiri tanpa dicari. Karena selalu ada bagian jalan yang mendaki dan
terjal. Selalu ada bagian laut yang berbadai, yang semua itu membuat
diri terkadang tertantang untuk menghadapinya atau membuat diri kita
ciut.
Kadang kekuatan visi tergambar dalam kata-kata sederhana
yang menggerakan tindakan. Mereka yang mengatakan,”Sulit, tetapi bisa”
akan bergerak untuk mengenali kebiasan-kebiasan yang dipunyainya hingga
bisa mengatasi yang sulit. “Sulit, tetapi bisa” menggambarkan sebuah
tekad untuk mengerahkan semua potensi demi mengatasi tantangan,
kesulitan, dan penghalang. Ia percaya bahwa beserta kesulitan selalu ada
kemudahan yang selalu membersamainya. Maka ia terus berupaya,
menyelesaikan satu kerja lalu beralih pada kewajiban lainnya. Dan ia
selalu memiliki harapan pada Sang Pemilik Kekuatan.
Sebaliknya,
orang yang mengatakan “Bisa. Tetapi sulit” cenderung membesar-besarkan
penghalang dan aral, sehingga ia enggan bahkan tak jadi bertindak.
Kebiasaannya dengan cepat terhijab oleh ketakutan-ketakutannya akan
kesulitan. Kemampuannya menjauh tertiup angin kekhawatiran. Dan kalaupun
ia bertindak, maka ia akan terfokus pada kesulitan-kesulitan itu hingga
merasa rumit dan pusing sebelum bertanding. Bagi mereka yang terbiasa
tinggal dalam kegelapan, bahkan cahaya pun terasa menyakitkan.
Lalu,
alangkah sedihnya jika kita tak punya visi. Padahal sebuah visi dapat
menjadi pemantik kita untuk merajut mimpi menjadi nyata. Mimpi adalah
bagian terindah dan terrendah dari visi. Bagaimana caranya? Sematkan
saja sebuah tanggal padanya. Sempurnakan dengan ikhtiar dan genapkan
dengan doa, serta berserah diri pada Allah Ta'ala dalam tawakkal yang
terindah terbaik. Karena cita-cita adalah mimpi yang bertanggal.
Cita-cita adalah mimpi yang kita tentukan waktu mewujudkannya. Mimpi
hari ini adalah kenyataan hari esok. Mari berikhtiar sekuat jiwa dan
raga, kita tunaikan kewajiban-kewajiban untuk menghubungkan diri
dengan-Nya. Kita genapkan sunnah-sunnah untuk mengambil cinta-Nya. Lalu
kita sedekahkan hati yang telah terisi cinta Ilahi kepada segenap
penduduk bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar