Jumat, 16 Januari 2015

Terpercaya, Tak Menyianyiakan

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memberikan nikmat yang tiada terkira, mengalir tiada henti. Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat dalam kondisi apapun. Dengan bersyukur, Allah akan menambahkan nikmat; saat kita kufur, ingatlah azab-Nya begitu pedih. Tanda syukur kita pada-Nya, yaitu mendayagunakan segala macam nikmat yang ada dijalan yang Ia ridhai. Bukan digunakan untuk bermaksiat, tanpa takut akan azab-Nya.

Inilah kisah tentang penjaga kebun anggur, mubarak namanya. Suatu hari tuannya datang, meminta mubarak mengambilkan anggur yang matang. Pergilah ia mengambilkan anggur yang paling keras untuk diberikan kepada tuannya, maka saat dicicipi; rasanya begitu masam. Lalu tuannya menyuruh mubarak untuk mencarikan lagi anggur yang matang. Maka dia berpikir; jika anggur yang masih keras itu tidak manis, mungkin anggur yang termanis adalah yang lembek, bergegaslah ia untuk mencari anggur tersebut. Datanglah mubarak kepada tuannya sembari memberikan anggur yang lembek tersebut. Terheranlah tuannya. Sebelumnya mubarak membawakan anggur yang masih mentah, kali ini dia membawa anggur yang busuk.
Tuannya kemudian bertanya, "Sudah berapa lama engkau menjaga kebun in?" Jawab mubarak, saya telah bekerja selama 3 bulan.

Maka tuannya pun heran, mengapa telah tiga bulan menjaga kebun namun tak juga bisa bedakan mana buah yg masak nan manis, mana yang tidak? Ditanyai demikian, mubarak menjawab, "Sebab saya ditugaskan menjaga kebun, bukan memakan buahnya." ucapnya. Seketika, sang tuan pun kagum.

Kebagusan akhlaknya, kejujuran dalam mengemban amanah yang begitu ia jaga. Membuat sang tuan berdecak kagum, hingga pada suatu hari sang tuan pun bertanya kepada mubarak. "Wahai mubarak, putriku telah dilamar oleh begitu banyak lelaki. Bagaimana sebaiknya aku memilih diantara mereka?"
Maka dengan kepolosan dan kejujurannya mubarak memberikan masukan, "Jika tuan menikahkan putri tuan karena nasab belaka, maka itu adalah kebiasaan orang-orang Quraisy jahiliyah. Mereka itu hanya mempertimbangkan nasab saat menikahkan putrinya." ujarnya.
"Namun jika Tuan hanya pertimbangkan paras dan keelokan wajah, itu sama saja dengan orang Nasrani.."
Lanjutnya. "Sementara jika pertimbangannya adalah harta, maka demikian pula Yahudi.",
Mubarak menjelaskan. "Nah, Tuan inikan seorang mukmin yang shalih. Maka tentu sudah seharusnya pertimbangan dalam memilih menantu adalah sebab agamanya."

Sang Tuan tersenyum, tanpa pikir panjang, ia berkata pada mubarak, "Jika begitu, maka ikutlah denganku, akan aku nikahkan kau dengan putriku", ujar sang Tuan. Maka menikahlah mubarak dengan putri dari tuannya. Dari pernikahan tersebut lahirlah  Abdullah ibn Mubarak, seorang tabi'in. Begitu dikenal keluasan ilmu dan dalamnya kepemahaman, tentang kedermawanannya, sikap zuhud dan wara, akhlak yang begitu indah, dan selalu berusaha menyembunyikan amal shalihnya dari manusia.

Balasan yang begitu indah dari Ilahi Rabbi, Dzat yang Maha Sempurna. Atas ikhtiar menjalani hidup dalam ketaatan pada-Nya, mubarak mengemudi hatinya dijalan yang lurus. Semata-mata untuk gapai ridha-Nya. Muraqabah inilah asas dalam ketaqwa'an pada-Nya, seperti yang ditulis Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumuddin. Mubarak benar-benar merasakan pengawasan-Nya, yang Maha Melihat atas segala sesuatu yang kita perbuat. Saat amal itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tak diakui, dirasa kecil, ia senantiasa takut dalam gerak-geriknya apabila memancing murka Ilahi. Hingga ia senantiasa berikhtiar dalam kesungguhan untuk melewati tiap detak-detik waktu dalam ketaatan, menghindari segala larangan-Nya.

Maka setiap proses yang dijalani dalam tunaikan amal shalih, harus sesuai syariat-Nya dan ittiba kepada Rasulillah. Kita bercermin pada kisah mubarak, ada balasan terindah dari Allah Ta'ala yang Maha Terpacaya. Ia tidak akan pernah menyianyiakan amal shalih setiap hamba-Nya, bahkan saat amal shalih itu baru bertumbuh dalam bentuk niat. Akan ada pahala, saat benar-benar karena Ilahi. Seperti Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tertulis dalam surat Ar-Rahman ayat ke 60, "Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula."

Pasangan hidup, ia adalah bagian dari rizqi yang telah Allah Ta'ala tetapkan. Maka cara kita menjemputnya adalah ujian. Yang menentukan tentang teraih keberkahan dan tergapai ridha-Nya atau tidak. Bukan dengan menghalalkan segala cara, berani melanggar pagar-pagar Ilahi. Karena keberkahan dan ridha-Nya tak akan pernah didapati dengan cara yang langgar syariat-Nya.
Maka jujurlah pada hati; agamalah pertimbangan utama. Yang selain itu, jika condong pada hawa nafsu, pilihlah yang berlawanan. Jika paras dan keelokan wajah  yang tergerak, pilihlah selainnya. Jika kekayaan yang membuatnya berminat, ambillah yang diseberangnya. Mengingkari hawa nafsu kan jadi jalan menuju ridha-Nya. Adalah Hasan Al-Bashri ketika diminta menasihati Umar Ibn Abdil Aziz. Maka durhakailah hawa nafsumu.

Memohon ampunlah pada Allah yang Maha Pengampun, Maha Pemaaf. Apabila dalam tapak-tapak kita menjemput pasangan hidup, menggunakan cara yang tak disukai Allah Ta'ala. Akhiri dengan taubatan nasuha, istighfari agar tak terulang lagi, dan menyusuli apa yang sudah terjadi dengan amal kebajikan yang disukai-Nya. Jadilah pemandu atas rasa cintamu, karena-Nya. Ikatan keimananlah  yang akan menjaga saat raga berjauhan, ketika rupa tak lagi memiliki makna, ketika jasad sudah rapuh. Maka komintmen atas dasar keimanan dan cinta pada-Nya yang akan terus menguatkan. Cinta yang bersujud di mihrab taat, hingga mengantarkan kita menuju surga-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar