Manusia diciptakan bukan tanpa tujuan,
ada tugas yang harus dia emban dan kewajiban yang dilaksanakan. Yaitu beribadah
kepada Allah Subahanhu wa Ta’ala dan menjadi khalifah di muka bumi. Hal
tersebut telah tercantum dalam surat Az-Zariyat ayat 56 dan Al-Baqarah ayat 30.
Manusia dinilai oleh Allah Ta’ala bukan
karena rupa, banyaknya harta atau pun nasabnya. Tapi kita dinilai karena kadar
ketaqwaan yang ada dalam hati, lalu ketaqwaan itu terejawantahkan dalam amal
shalih. Setiap insan, dilahirkan ke bumi dengan diberikan dua daya, yaitu
kelebihan dan kekurangan yang melekat dalam diri. Dimana, kelebihan dan
kekurangan yang Allah Ta’ala berikan kepada setiap hambaNya merupakan salah
satu bekal untuk menjalani kehidupan. Kelebihan yang diberikan bisa berupa
kebagusan secara fisik, talenta hidup yang mengagumkan, dan atau harta yang
diwariskan. Begitu pula sebaliknya, setiap peserta kehidupan di bumi ini pun
memiliki kekurangan. Kelebihan dan kekurangan yang diberikan, tidak begitu saja
disematkan tanpa ada makna, tanpa ada maksud atau tujuan untuk sebuah
pencapaian.
Atas setiap karunia yang diberikan, kita
diperintahkan untuk bersyukur. Karena dengan bersyukur nikmat-Nya akan
bertambah, dengan bersyukur ialah tanda orang yang beriman. Ingatlah, saat kita
kufur nikmat, azab-Nya sangatlah pedih.
Dan
(ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim:
7)
Semoga kita menjadi seorang hamba yang
pandai bersyukur, bukan seorang hamba yang banyak mengeluh, hingga berujung
atas kufur nikmat. Lalu yang menjadi pertanyaan; dari segala bentuk nikmat
rizqi yang diberikan oleh-Nya, kita gunakan untuk apa? Teringat apa yang
disampaikan Abu Hashim, “Nikmat yang tak membuat diri semakin dekat dan taat
pada Allah adalah musibah.”
Dan sebaik-baik manusia adalah orang
yang paling bermanfaat bagi manusia begitulah hadist yang diriwayatkan Thabrani
dan Daruquthni, sudahkah kita bermanfaat bagi ummat untuk menggapai ridha-Nya? Baiklah,
mari kita mulai bermuhasabah, mari mulai hisab diri. Selama ini, kita gunakan
untuk apa akal kita, tiap tenaga yang keluar, menuju kemana langkah kaki,
digunakan untuk apa tangan ini, dibelanjakan untuk apa harta yang dimiliki.
Masih banyak lagi yang harus kita pertanyakan, silahkan anda bertanya dan jawab
sendiri. Semoga menjadi sarana bagi diri ini untuk menjadi lebih baik dalam
rangka taqwa.
Mari kita gunakan segala nikmat yang Ia
karuniakan untuk beramal shalih, agar kita menjadi sebaik-baik manusia. Yaitu
yang paling bermanfaat. Ingatlah, segala potensi yang ada dalam diri bisa
bermanfaat untuk kebaikan yang bernilai di sisi-Nya. Teruslah beramal shalih,
jangan pernah bosan, tak boleh berhenti. Jangan remehkan amal shalih sekecil
apapun, karena kita tidak tahu amalan mana yang diterima dan mengantarkan kita
ke syurga. Hingga nanti kita punya bekal untuk kembali ke kampung akhirat,
tempat tinggal kita sebenar-benarnya. Renungkanlah apa yang disampaikan Imam
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Al-Fawaaid.
“Manusia
diciptakan tidak henti-hentinya sebagai musafir dan tidak ada batas akhir
perjalanan mereka kecuali di syurga atau neraka. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar