Rabu, 16 Maret 2016

Nilai Insan Beriman

"Diriwayatkan dari Jabir berkata,”Rasulullah SAW bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Manusia diciptakan bukan tanpa tujuan, ada tugas yang harus dia emban dan kewajiban yang dilaksanakan. Yaitu beribadah kepada Allah Subahanhu wa Ta’ala dan menjadi khalifah di muka bumi. Hal tersebut telah tercantum dalam surat Az-Zariyat ayat 56 dan Al-Baqarah ayat 30.


Manusia dinilai oleh Allah Ta’ala bukan karena rupa, banyaknya harta atau pun nasabnya. Tapi kita dinilai karena kadar ketaqwaan yang ada dalam hati, lalu ketaqwaan itu terejawantahkan dalam amal shalih. Setiap insan, dilahirkan ke bumi dengan diberikan dua daya, yaitu kelebihan dan kekurangan yang melekat dalam diri. Dimana, kelebihan dan kekurangan yang Allah Ta’ala berikan kepada setiap hambaNya merupakan salah satu bekal untuk menjalani kehidupan. Kelebihan yang diberikan bisa berupa kebagusan secara fisik, talenta hidup yang mengagumkan, dan atau harta yang diwariskan. Begitu pula sebaliknya, setiap peserta kehidupan di bumi ini pun memiliki kekurangan. Kelebihan dan kekurangan yang diberikan, tidak begitu saja disematkan tanpa ada makna, tanpa ada maksud atau tujuan untuk sebuah pencapaian.

Atas setiap karunia yang diberikan, kita diperintahkan untuk bersyukur. Karena dengan bersyukur nikmat-Nya akan bertambah, dengan bersyukur ialah tanda orang yang beriman. Ingatlah, saat kita kufur nikmat, azab-Nya sangatlah pedih.

Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim: 7)

Semoga kita menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur, bukan seorang hamba yang banyak mengeluh, hingga berujung atas kufur nikmat. Lalu yang menjadi pertanyaan; dari segala bentuk nikmat rizqi yang diberikan oleh-Nya, kita gunakan untuk apa? Teringat apa yang disampaikan Abu Hashim, “Nikmat yang tak membuat diri semakin dekat dan taat pada Allah adalah musibah.”

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia begitulah hadist yang diriwayatkan Thabrani dan Daruquthni, sudahkah kita bermanfaat bagi ummat untuk menggapai ridha-Nya? Baiklah, mari kita mulai bermuhasabah, mari mulai hisab diri. Selama ini, kita gunakan untuk apa akal kita, tiap tenaga yang keluar, menuju kemana langkah kaki, digunakan untuk apa tangan ini, dibelanjakan untuk apa harta yang dimiliki. Masih banyak lagi yang harus kita pertanyakan, silahkan anda bertanya dan jawab sendiri. Semoga menjadi sarana bagi diri ini untuk menjadi lebih baik dalam rangka taqwa.

Mari kita gunakan segala nikmat yang Ia karuniakan untuk beramal shalih, agar kita menjadi sebaik-baik manusia. Yaitu yang paling bermanfaat. Ingatlah, segala potensi yang ada dalam diri bisa bermanfaat untuk kebaikan yang bernilai di sisi-Nya. Teruslah beramal shalih, jangan pernah bosan, tak boleh berhenti. Jangan remehkan amal shalih sekecil apapun, karena kita tidak tahu amalan mana yang diterima dan mengantarkan kita ke syurga. Hingga nanti kita punya bekal untuk kembali ke kampung akhirat, tempat tinggal kita sebenar-benarnya. Renungkanlah apa yang disampaikan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Al-Fawaaid.

“Manusia diciptakan tidak henti-hentinya sebagai musafir dan tidak ada batas akhir perjalanan mereka kecuali di syurga atau neraka. “


Tidak ada komentar:

Posting Komentar