Hidup ini adalah arena kompetisi, memberi
yang terbaik dengan apa yang dimiliki.
Setiap peserta kehidupan memiliki potensi yang berbeda-beda, dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Seperti sabda
RasulilLah, “...Dan sebaik-baik manusia adalah
orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” yang tertulis
dalam HR. Thabrani dan Daruquthni. Maka nilai seseorang akan terletak pada kadar manfaatnya,
bagi mereka yang sadar bahwa hidup adalah tentang medan kompetisi, tergeraklah jiwa dan raga untuk memberi dengan
karya yang terbaik dalam langkah ketaatan pada-Nya.
Allah Ta’ala telah menghamparkan seisi
bumi sebagai sarana untuk beramal, menggunakan dalam ketaatan pada-Nya serta bermanfaat
untuk ummat. Bagi seorang muslim, dalam beramal tak asal-asalan. Ada ilmu dan adab
yang harus dijalani disetiap gerak amal. “Sesungguhnya Allah tidak ridha,”
demikian Syaikh Mutawalli Sya’rawi menulis, “jika diibadahi dengan kebodohan. Maka
Dia mewajibkan ilmu atas kita; dalam mengenal-Nya, menyembah-Nya, mentaati-Nya,
dan melaksanakan aturan-aturan-Nya di segenap kehidupan kita.” Memahami bahwa ilmu adalah dasar bagi segala
ucapan dan perbuatan, agar amal kita tak berujung pada sia-sia atau mungkin
kehinaan; tapi bermuara pada pahala nan teraih ridha-Nya. Inilah ilmu pengikat
kebajikan.
Setiap
manusia dilahirkan ke bumi Allah dengan diberikan dua daya, yaitu kelebihan dan
kekurangan yang melekat dalam diri. Dimana, kelebihan dan kekurangan yang Allah
berikan kepada setiap hambaNya merupakan bekal untuk mengarungi samudra
kehidupan. Kelebihan yang Allah berikan bisa berupa kebagusan secara fisik,
talenta hidup yang mengagumkan, dan atau harta yang diwariskan. Begitu pula
sebaliknya, setiap peserta kehidupan di bumi ini pun memiliki kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan yang Allah berikan, tidak begitu saja disematkan tanpa
ada makna yang terajut, serta ada maksud atau tujuan untuk sebuah pencapaian. Ya.
Setiap kelebihan dan kekurangan itu ibarat dua sisi mata uang koin yang tak
terpisahkan, ataupun bagaikan bongkahan puzzle yang saling melengkapi dan
menguatkan. Sehingga pada saat semua terkumpul saling melengkapi, memiliki
keindahan nan berharga untuk dijaga saat semua bersatu.
Lalu
yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara kita mengelola kelebihan dan kekurangan
yang ada, agar bermanfaat untuk ummat?
Langkah
awal yang harus kita tapaki adalah sadar akan kelebihan dan kekurangan yang
singgah dalam diri kita. Kemudian sikap kedua yang kita harus berikan adalah
menerima dengan kelapangan dada, kebeningan hati, kejernihan pikiran, serta
keindahan sikap dalam hal kelebihan yang ada pada saudara kita dan menerima
kekurangan yang didapati pada saudara kita. Ketiga, kita harus sadar untuk
saling melengkapi. Bahwa kelebihan dan kekurangan yang didapati disetiap insan
manusia adalah sebuah kekuatan yang luar biasa hebat, jika disatukan untuk
saling melengkapi. Berikutnya, langkah keempat adalah mengalirkan semua potensi
yang luar biasa hebat setelah kita saling melengkapi, dengan sikap saling menutupi
kekurangan. Karena iman setengahnya sabar dan setengahnya lagi syukur. Seorang
mukmin bersyukur saat dilimpahi begitu banyak nikmat, maka itu indah baginya. Ketika
keburukan mendatanginya, maka ia bersabar; maka itu baik baginya. Atas segala
kelebihan dan kekurangan yang kita
miliki, semoga senantiasa terbingkai rasa syukur dan sabar atas keimanan kita
pada Allah Ta’ala.
“Mahasuci Allah yang menguasi
(segala) kerajaan. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati
dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan
Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (Q.s Al-Mulk [67]: 1-2)
Segala
puji bagi Allah yang telah begitu banyak berikan nikmat-Nya, mari alirkan pada
jalan ketaatan pada-Nya; sebagai tanda syukur seorang hamba. Mari ber-fastabiqul khairat. Semangat
berkontribusi yang terus mengalir deras dalam diri, menghayutkan rasa malas
untuk berdiam diri tak memberi, menghantam rasa sungkan dalam bergerak mencegah
dan menghentikan kemungkaran. Semangat memberi yang bertumbuh dalam diri,
menjadi kekuatan yang tak terhingga untuk berpartisipasi dalam pentas peradaban
sejarah manusia. Peserta kehidupan yang
memiliki semangat kontribusi, ia selalu mengasah kemampuannya untuk menjadi
pribadi yang bisa lebih bermanfaat untuk ummat.
“…,Bekerjalah kamu, maka Allah akan
melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.s
At Taubah [9]: 105)
Kita
harus rindu pada pentas partisipasi lalu memberi, sebagai tanda peduli akan
masalah yang tersaji dihadapan ummat. Maka beramalah! dengan segala daya yang
kita miliki. Mengalirkan sekuat tenaga karunia dan nikmat-Nya dalam jalan
ketaatan nan bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar