Di
jalan cinta para pejuang, kita lalu menjaga pandangan. Karena yang sebagian
adalah hak kita, dan yang lain adalah
milik syaithan. Di jalan cinta para pejuang, kita lalu menjaga pendengaran.
Karena apa yang masuk ke telinga seringkali membentuk bayang-bayang dicelah
otak. Di jalan cinta para pejuang, kita lalu menjaga indera pembau. Karena
syahwat datang melaluinya seringkali tanpa mengetuk pintu. Di jalan cinta para
pejuang, kita lalu menjaga kulit dari persentuhan-persentuhan yang tak
diperkenankan. Karenanya kenangan sulit dilupakan. Karena kepala yang ditusuk
dengan jarum besi menyala, begitu Sang Nabi bersabda dalam redaksi Imam Ath
Thabrani dan Al Baihaqi, jauh lebih baik daripada menyentuh kulit yang tak
halal bagi kita.
Di jalan cinta para pejuang kita
lalu menjaga diri atas hubungan-hubungan antara manusia. Bahwa berbicaranya
wanita dan lelaki memiliki adab-adab tersendiri. Bahwa di antara kata-kata, ada yang berubah menjadi
sihir berbahaya. Ketika kata-kata bernada menjadi pembicaraan khusus, maka ia
berdenting, meresonansi dawai-dawai syahwat dalam hati. Di jalan cinta para
pejuang kita lalu tahu, bahwa dekatnya fisik dan panjangnya interaksi tak
dianjurkan ketika kita berkomitmen menjaga kesucian diri.
Syari’at Alloh tertegak agung bagai
mercusuar bagi kita dalam melayari samudra kehidupan. Kita tak bisa memintanya
mengubah arah ketika kita dilanda gejala menabraknya. Kitalah yang harus
mengubah arah kita. Kitalah yang harus cerdas mengelola kemudi diri. Hingga
cinta pun bersujud di mihrab taat. Inilah jalan cinta para pejuang
Sumber
Pustaka: Jalan Cinta Para Pejuang
karya Salim A. Fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar