Selasa, 04 November 2014

Cinta Bersujud di Mihrab Taat



 

Di jalan cinta para pejuang, kita lalu menjaga pandangan. Karena yang sebagian adalah hak kita, dan yang lain  adalah milik syaithan. Di jalan cinta para pejuang, kita lalu menjaga pendengaran. Karena apa yang masuk ke telinga seringkali membentuk bayang-bayang dicelah otak. Di jalan cinta para pejuang, kita lalu menjaga indera pembau. Karena syahwat datang melaluinya seringkali tanpa mengetuk pintu. Di jalan cinta para pejuang, kita lalu menjaga kulit dari persentuhan-persentuhan yang tak diperkenankan. Karenanya kenangan sulit dilupakan. Karena kepala yang ditusuk dengan jarum besi menyala, begitu Sang Nabi bersabda dalam redaksi Imam Ath Thabrani dan Al Baihaqi, jauh lebih baik daripada menyentuh kulit yang tak halal bagi kita.
            Di jalan cinta para pejuang kita lalu menjaga diri atas hubungan-hubungan antara manusia. Bahwa berbicaranya wanita dan lelaki memiliki adab-adab tersendiri. Bahwa  di antara kata-kata, ada yang berubah menjadi sihir berbahaya. Ketika kata-kata bernada menjadi pembicaraan khusus, maka ia berdenting, meresonansi dawai-dawai syahwat dalam hati. Di jalan cinta para pejuang kita lalu tahu, bahwa dekatnya fisik dan panjangnya interaksi tak dianjurkan ketika kita berkomitmen menjaga kesucian diri.
            Syari’at Alloh tertegak agung bagai mercusuar bagi kita dalam melayari samudra kehidupan. Kita tak bisa memintanya mengubah arah ketika kita dilanda gejala menabraknya. Kitalah yang harus mengubah arah kita. Kitalah yang harus cerdas mengelola kemudi diri. Hingga cinta pun bersujud di mihrab taat. Inilah jalan cinta para pejuang

Sumber Pustaka: Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar